Pemuja Berita - Bahaya Corona Ngamuk Lagi: Duit Asing Kabur, Rupiah Loyo!. Kenaikan kasus virus Corona atau COVID-19 di Indonesia menggila. Hal itu tak hanya berimbas negatif bagi sektor kesehatan tetapi juga perekonomian, terlihat dari beberapa indikator ekonomi.

Modal Asing Kabur

Lonjakan kasus positif COVID-19 direspons negatif oleh pelaku pasar modal. Hal itu terlihat dari keluarnya modal asing dari pasar saham Indonesia.

"Dampak naiknya kasus positif COVID-19 mulai terlihat dari keluarnya modal asing dalam bentuk nett sells atau penjualan bersih saham sebesar Rp 428 miliar dalam sepekan terakhir," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kepada detikcom, Jumat (18/6/2021).

Menurutnya, IHSG menjadi kurang menarik karena investor mencari aset lain yang lebih aman. Tekanan di pasar saham membuat IHSG turun 1,43% menjadi 5.983 pada sesi perdagangan siang 18 Juni 2021.

"Padahal sepekan sebelumnya IHSG masih bertengger di atas level psikologis 6.000. Koreksi IHSG diperkirakan akan berlanjut karena investor menanti kebijakan rem darurat atau pengetatan mobilitas penduduk yang dilakukan di beberapa daerah," sebutnya.

Hal yang sama diungkapkan oleh peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet. Meningkatnya kasus COVID-19 membuat prospek pemulihan ekonomi Indonesia menurun.

Ketika prospek pemulihan ekonomi menurun biasanya ditangkap oleh pelaku pasar sebagai ketidakpastian, sesuatu yang tentunya tidak disukai oleh investor. Hal itu menyebabkan terjadi aliran modal keluar dari Indonesia.

"Langkah yang kemudian mereka bisa lakukan tentu pertama mereka harus mencari sumber ataupun negara ataupun market yang prospeknya relatif akan lebih bagus, entah itu dilihat dari kasus yang lebih rendah atau mungkin pemulihannya jauh lebih cepat, tentu itu akan menjadi pertimbangan," paparnya.

"Artinya kita perlu melihat dalam beberapa hari atau minggu ke depan bagaimana langkah pemerintah. Kalau seandainya langkah pemerintah ditangkap oleh pelaku pasar ini tidak berbeda dengan langkah-langkah sebelumnya tentu ini saya kira akan berdampak terhadap penurunan IHSG," lanjut Rendy.

Rupiah Melemah

Bhima menyebut kurs rupiah bergerak melemah 1,72% terhadap dolar AS dalam sepekan terakhir merespon naiknya kasus COVID-19 pasca Lebaran.

Pelemahan kurs menurutnya menjadi indikasi bahwa pemulihan ekonomi Indonesia berisiko terganggu sehingga pelaku usaha maupun investor pesimis ekonomi tumbuh 8% pada kuartal ke II seperti yang sebelumnya diproyeksikan pemerintah.

"Kurs rupiah diperkirakan bergerak ke level 14.400-14.600 dalam dua pekan ke depan apabila pengendalian wabah masih sulit dilakukan. Rupiah juga tertekan imbas sinyal the Fed untuk lakukan normalisasi kebijakan moneter (tapering off), meskipun waktu tepatnya belum diketahui," jelas Bhima.

Rendy juga menyebut kurs rupiah terganggu akibat lonjakan kasus positif COVID-19 di Indonesia. Sebab, jika IHSG melemah, dan aliran modal keluar tidak dibendung oleh pemangku kepentingan maka rupiah akan terkena imbasnya.

"Katakanlah dari sisi moneter tidak ada intervensi di pasar valas misalnya ya, ini justru berpeluang juga untuk mendepresiasi nilai tukar rupiah kita, dan sebenarnya kalau kita lihat di awal tahun lalu ketika pandemi baru-baru terjadi itu kan sempat rupiah terdepresiasi sampai Rp 17 ribu," ujarnya.

Tapi jika melihat situasi di tahun lalu, di mana Bank Indonesia (BI) dalam hal ini mengeluarkan intervensi terhadap nilai tukar, secara bertahap rupiah mengalami apresiasi kembali.

"Tetapi kalau kita ingat itu terjadi dalam waktu yang relatif tidak singkat karena kita tahu pasarnya kan tentu juga harus melakukan penyesuaian, sehingga waktunya juga tidak sebentar. Jadi kalau menurut saya akan ada dampaknya, tetapi akan seberapa dampaknya ke kurs itu akan juga tergantung dari bagaimana intervensinya," ujar Rendy.

Bagaimana dengan Emas?

Bhima menyebut harga emas melemah cukup dalam, yakni -5,17% dalam tempo seminggu terakhir. Tetapi itu lebih dipengaruhi oleh arah kebijakan Fed dibanding kabar ledakan kasus COVID-19 di Indonesia.

Sedangkan Rendy menilai emas menjadi salah satu instrumen yang cukup liquid dan relatif stabil di tengah kondisi lonjakan COVID-19.

"Dugaan saya kemungkinan kalau seandainya kondisinya berubah secara drastis tentu akan ada pelaku pasar yang memilih instrumen-instrumen seperti emas. Nah ketika seandainya pelaku pasarnya masuk ke instrumen emas, saya kira ini juga kemudian secara hukum ekonomi tentu akan menggerek harga emas lebih tinggi dibandingkan sebelumnya," tambahnya. Daftar TiketQQ